Minggu, 17 Januari 2010

Me Time

“Saya” yang biasanya ada, menjadi “Aku”

Tepat 12 Januari kemarin, aku bertemu dengan seorang sahabat, yang selama ini jarang bisa kutemui. Sambil membuka merchandise, hadiah dari radio Swaragama, kami berbicara tentang hal-hal yang baru dialami beliau, berkaitan dengan progressnya… Sampai akhirnya tiba, beliau ‘menyapaku’, bertanya kabarku,:). Beliau menanyakan pertanyaan-pertanyaan simple…., tapi tidak cukup simple mungkin bagiku sampai aku tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya itu. Beliau berkata “Kamu boleh tidak menjawabnya, tapi kalau kamu mau berbagi, aku akan senang sekali”. Air mataku reflek mengalir…., terlalu deras alirannya sampai aku semakin tak sanggup untuk menjawab. Air mata itu benar-benar tak tahu diri, tumpah di sebuah tempat makan yang sangat ramai dengan puluhan orang. Terserah dengan siapapun yang mungkin bertanya-tanya “Ko mbaknya nangis?”, walau aku juga malu. Beliau berusaha menenangkan aku dengan menepuk-nepuk punggungku, dan mengelus tanganku…, tapi sentuhan itu membuatku semakin menangis deras.

Kukatakan pada beliau…, “Mba, bukan hanya mba yang tidak tahu progressku. Jangan dipikir cuma mba yang ga tau. Sehari-hari aku bersama Erin…, Erin juga ga tahu, aku ga pernah bercerita. Aini juga. Aku bisa berlama-lama dengannya tanpa menyentuh pembicaraan ke situ. Pipit juga. Aku menutup akses mereka untuk bertanya, sampai mereka tidak berani bertanya lagi. Aku santai include di dalam progress mereka, tanpa mereka tahu progressku. Mba sama dengan mereka, sama nggak tahunya tentang apa yang terjadi denganku”. Beliau bertanya “Kamu nyaman dengan keadaan seperti ini?”. Pertanyaan itu membuatku menangis lagi…, sambil terisak aku menjawab “Enggak”. Kali ini, beliau membiarkan tubuhku tanpa sentuhan darinya. Saat itu, aku hanya mengingat satu nama, aku ingin Erin ada disitu…, dan memelukku.

Beliau berkata…, “Pertemuan itu adalah pertanda, Allah mempertemukan kita sekarang….., InsyaAllah ada hikmahnya” (untuk yang satu ini, aku sedikit lupa kata-katanya). (Catatan, satu hari sebelum hari itu, aku juga bertemu beliau di warung makan lain, sampai surprise bisa bertemu). Kukatakan…, “Iya mba, ini latihan untukku kan, pada saatnya nanti, aku juga akan bercerita, aku malah pengin konferensi pers,:). Aku juga sudah berniat untuk menyelesaikan ini, aku sudah ‘tersadar’,:)”. “Apa yang membuatmu tersadar?”. Kukatakan hal yang membuatku tersadar bahwa aku, harus kembali. Suasana mulai tenang ketika aku berhasil melarang airmataku untuk keluar lagi. Dengan gaya khasnya, beliau bertanya hal-hal yang akhirnya dengan lancar aku jawab, dan aku sama sekali ga sadar bahwa aku telah terpancing, “menjawab” sedikit demi sedikit…., sampai akhirnya aku tersadar, dan aku nggak mau ada “pertanyaan-pertanyaan” lagi. Beliau meminta maaf, dan aku terharu dengan kata-kata beliau.. “Maaf…, aku bertanya, karena aku peduli”.

Mba Monika sayang, terima kasih ya…., memang diperlukan seorang sahabat yang mempunyai keberanian untuk “berbicara” padaku untuk membuatku semakin tersadar. Kalau untuk pengumpulan data dengan metode wawancara, mbakku yang cerdas ini memang jagonya, stimulus pertanyaannya tak menyadarkan, dan full empati,:), salut-salut.

Geng Soleha-ku, Mba Monika, Erin, Aini, pipit, maafkan aku ya….., yang "menghilang" dalam 6 bulan terakhir ini…., maafkan untuk ketidakadaanku dalam progress pencapaian prestasi kalian. Erin…..,, yang tak pernah bertanya padaku, karena kamu paling tahu….., aku tak perlu ditanya, karena aku akan bicara banyak kalau aku mau bicara. Aku sempat berpikir, kasihan kamu nduk….., aku, yang sehari-hari bersamamu, bisa “diam” dan menjalani hidup santai tanpa seperti tertekan. Kamu pernah bilang kan “Kamu berubah”….., iya Erin, kemarin, aku memang berubah, terimakasih ya untuk selalu menemani aku…., aku merasa segalanya akan menjadi lebih baik ketika kutahu kamu ada disampingku. Aini, maafkan aku untuk jarangnya aku “menyapamu”, maafkan aku….., aku berpikir bahwasanya kamu mungkin menganggapku tidak peduli padamu. Nggak honey…., aku hanya sedang ingin “sendiri”, karena aku nggak mau kamu melihat sisi lemahku. Aku cape Ai untuk selalu “baik-baik” saja di depanmu, seolah aku adalah seorang putri yang ceria, padahal aku merasa hidupku sedang tidak ‘ceria’ dan aku ga mau kamu, atau siapapun mengintervensi aku dalam rentang 6 bulan kemarin, belum saatnya menurutku…, maafkan aku ya. Terima kasih untuk selalu bisa kuajak makan sesuatu yang baru saat tak ada satupun makanan yang sudah kukenal yang mau aku makan, terima kasih untuk sms-sms “Mau kutemani?” di saat kau tahu “hariku” menjadi kelabu. Pipit….., maafkan aku juga ya….., yang mungkin ga bisa “menemani” setiap tahap progressmu kemarin. Maaf untuk tak ada cerita yang bisa kubagi saat-saat kemarin. Akhirnya, setelah kita bertemu, ternyata……, buanyak banget ya kejadian-kejadian yang sempat terlewatkan untuk kita bagi di hari kemarin,:). Terima kasih untuk cerita “time is money” mu,:). Mira…., dari yang awal kita selalu bersama dalam mengejar target, sampai akhirnya kamu sukses berjuang dan tiba-tiba aku menghilang…., maafkan aku ya…., maaf untuk melewatkan cerita hari-harimu melewati semua prosesmu, maaf untuk kemarin, yang tak ada cerita yang sanggup aku bagi padamu, terima kasih untuk supportmu yang sangat luar biasa untukku, terima kasih banyak. Anik…., aku selalu teringat kata-katamu sebelum kamu wisuda jeng…., “Seberapa besar kita bertanggungjawab pada mimpi kita”. Anik sayang….., makasih ya untuk supportnya…., untuk selalu meyakinkan aku bahwa segalanya mungkin, segalanya bisa. Moko…., terima kasih untuk pemakluman perubahanku…., maafkan untuk segala sharing yang tak pernah terbalaskan, aku merasa aku sedang “istirahat”,:). Rakhma…., maaf untuk seringnya mengusirmu saat aku sedang berada di depan komputer, maaf untuk menolakmu mengerjakan aktivitas belajar bersama, maaf untuk tidak adanya penjelasan memuaskan tentang “kenapa aku”. Terima kasih sist, untuk ceritamu tentang “orang tua”, yang mengingatkan aku akan betapa cintanya orang tuaku yang telah membesarkan aku sampai saat ini.

Adit, si ngganteng yang hobby nge-game,:), ingat nggak, suatu malam dimana kamu meninggalkan aku dengan suatu ancaman. Kamu sangat tahu bahwa aku mudah sekali untuk menangis, karena aku perasa. Tapi malam itu, aku sama sekali nggak menangis. Kenapa aku nggak menangis? Karena aku tahu, aku tidak seharusnya “diam”. Aku merasa sangat bersalah padamu. Tapi kutahu, kamu juga cukup merasa bersalah telah mengancamku, sampai keesokan harinya, kamu mengajakku bertemu. Dan untuk pertama kalinya, kamu mengirim sebuah sms yang membuatku terharu…”Seorang Adit bisa menulis sms seperti itu”,:). Lalu dalam pertemuan itu kau utarakan…, “Aku ingin menjadi bagian dari kesuksesanmu, tidak seharusnya aku bersikap tidak mau tahu…., aku harusnya tetap mendampingi kamu, aku ingat ketika kamu nggak suka aku nyebut cuk-cuk-cuk dan kamu sering melarangku tapi gagal, kamu bertanya—Apa gunanya aku Adit?--, sama seperti aku, aku pun ingin menjadi bagian dari kesuksesanmu”. Dit…, maafkan aku untuk ketertutupanku kemarin ya….., terimakasih untuk supportnya, doamu, doa yourparent…, sms-sms dan telepon darimu yang selalu meyakinkan aku bahwa kau tetap ada walau kau telah pergi.

Ya….., aku terlalu tahu bahwa kemarin….., aku sedang berada di kondisi yang terlalu sulit untuk bisa kubagi dengan siapapun….., siapapun. Maafkan aku. Tapi sekarang….., tepatnya setelah empat hari sebelum hari ulang tahunku, aku membaca disertasi milik dosen pembimbing tesisku, dikutip dari Bandura, “Setelah seseorang memiliki standar personal, maka jarak atau perbedaan antara kinerja dan standar yang dimiliki, akan mengaktifkan penilaian diri, yang kemudian mempengaruhi perilaku selanjutnya”, aku melakukan proses penilaian dan evaluasi diri. Itulah “saat” aku memutuskan bahwa aku harus kembali,:). Terima kasih untuk Bowo, orang pertama yang kuhubungi setelah proses penilaian dan evaluasi diri ini. “Ngk papa, kita harus memaafkan diri kita”, begitu katamu. Ya bro, terima kasih untuk doa-doamu, terimakasih untuk mengajariku membuat hari-hari ke depan bisa menjadi hari-hari yang indah. Akhirnya aku tahu, bahwa sampai detik ini, aku masih bisa “menemuimu” untuk bicara,:), makasih ya.

Bapak dan ibuku…., 2009 membuatku bisa semakin merasa bahwa selain sebagai orang tua, beliau berdua adalah sahabat terbaik bagiku, yang selalu ada ketika aku begitu bahagia…, maupun ketika aku menangis sedih. Terima kasih Pak, Bu…., maaf belum bisa membanggakan dan membahagiakan sepenuhnya,:).

Bu Yanti, ketua perpustakaan Psi, yang sudah menyambut “kedatanganku” lagi dan sibuk bertanya kenapa aku sekarang jadi agak gemuk (stress ya? ato bahagia? ato kenapa? Ko naiknya bisa 7 kilo?)..,:), terima kasih Bu…., terima kasih. Mas Maman, pemilik fotokopian langganannya anak-anak Psi, yang berkata “Ayo mba Ridha, fotokopinya digiatkan lagi”. Fasilitas-fasilitas umum lainnya yang terkena imbas, “kehilangan satu pelanggannya” selama bulan-bulan kemarin yang kembali lagi kudatangi, dan menyambutku dengan pertanyaan-pertanyaan : “Kemana aja?”, “Wah…, mba-nya…., lama banget ngga ke sini, saya pikir udah lulus”, “Mba pulang ya?”, “Ko sekarang jadi seperti makmur ya”, “Mba…, nggak pernah kelihatan…., mba makin gemuk ya?”…, dll…., terima kasih.

Untuk siapa saja sahabat-sahabat dekatku….., teman-temanku…., yang sudah mendoakan, dari dekat…, dari jauh…., terima kasih, mungkin kalian tidak tahu bahwa 6 bulan terakhir kemarin aku menghilang …, hehehe…., kan beberapa hal ada yang sulit untuk tersajikan dalam bentuk cerita, :). Anggap saja 6 bulan kemarin aku sedang bertamasya….., dan sekarang sudah pulang menggunakan pesawat canggih nan bisa dipercaya, pesawat itu berkata: Sudah kuantar Ridha pulang, dia berjanji untuk segera menyelesaikan tugas yang menjadi kewajibannya,:).


Minggu, 03 Januari 2010

Juice

Saya termasuk orang yang kecanduan minum juice, selanjutnya saya singkat jadi jus aja ya. Dan saya punya partner yang OK dalam berburu jus, Erin. Dari jus di dekat kampus, jus deket kos, jus yang jauh, jus di outlet2 pinggir jalan, jus di warung makan, jus di toko kelontong, sampai jus di restoran. Setelah mencoba jus di tempat baru, kami pasti akan saling berbagi akan rasa “enak/ga enak” dan “mahal/murah” yang akan menentukan “iya/tidaknya” kami ke sana lagi,:).

Dulu kami punya tempat jus langganan, masih di sekitar UGM, tapi lebih dekat ke daerah kos-kosan mahasiswanya. Alasan kenapa kami sering banget ke sana adalah karena enak, murah, penjualnya lucu, dan kita boleh beli jus mix (campuran lebih dari satu buah). Di situ juga ada fotokopian buku tentang manfaat masing-masing buah dan sayuran. Dulu, harga satu porsi jus hanya Rp. 2500, sekarang udah Rp. 3000. Kelemahan tempat itu menurut saya, tempatnya terlihat kurang bersih, dan lamaaaa (ya iyalah, antri), sampai beberapa kali saya sempet2in membeli jajan yang lewat ketika menunggu jus saya selesai dibuat. Saya bahkan sempat beberapa kali mengurungkan niat untuk membeli jus di sana ketika melihat deretan motor sudah memenuhi area depan jus, pikiran saya waktu itu “Mesti lama, lagian, ga ada tempat buat motorku”, tapi itu kalau lagi sendirian lo ya, ga sama jeng Erin,:).

Sekarang, jus di tempat itu sudah bukan langganan kami lagi. Erin sudah membeli blender untuk membuat jus sendiri, dan saya, sudah menemukan tempat langganan lain,:). Berawal dari Aa saya yang membelikan jus untuk saya dan Erin, dan ternyata…, jus itu enaaaaak banget. (Catatan: Aa saya itu dulu kekasih saya, sekarang udah jadi sahabat, tapi panggilan aa masih boleh disebut,hehe). Ternyata dia membelinya di jalan depan FT UNY. Dan saya tau banget, aa saya itu anti gula,anti es, so, jangan2 jus yang saya minum waktu itu sugar free….(belum saya konfirmasi). Kalau gitu…, wah….., super sekali rasanya. Akhirnya, saya mencoba sendirian ke tempat langganan Aa itu. Hmhmhm….., saya terkesan, tempatnya sangat bersih, pilihan buahnya buanyak, dan ada tiga kategori harga, Rp 3000, Rp. 4000, dan Rp. 5000, tergantung buahnya. Jusnya kental banget, berbeda sekali dengan jus langganan saya sebelumnya. Hampir tiap hari saya membeli jus di sini, sehari sampai dua kali, pagi dan sore. Kalau dalam sehari saya belum minum jus dari tempat itu, rasanya ada yang kurang, gelisah…(halaaah), hehe. Tapi yang saya tidak suka, antrinya itu lo (kalau lagi antri ya), tapi memang ketika saya membeli, pas antri2nya, jadi makan banyak waktu saya,:p. Dan karena beberapa hari ini saya merasa sedang tidak ingin membuang-buang waktu, maka saya hanya akan membeli jus di tempat yang tidak mesti antri, dan dilewati ketika saya mau pulang ke kos (tidak mesti berbelok arah dulu melawan arah pulang ke kos saya). Jus yang sering saya beli adalah jus mangga, jambu, dan belimbing. Dua hari awal di 2010 adalah hari tersial saya dalam berurusan dengan jus. Gimana tidak, 2 hari itu saya membeli jus di outlet jus jalan Gejayan, belum juga sampai kos, jus itu jatuh dan tumpah di jalan ketika saya sedang mengendarai vega saya. saya hanya bisa melihat jus saya tak terselamatkan. akhirnya 2 hari itu juga saya langsung menggantinya dengan membeli jus di dekat lembah UGM. Tragis, padahal, saya sudah mencoba menyetir vega selambat mungkin, jus saya tetap jatuh, hiks. Saya jadi illfeel untuk membeli jus di jalan gejayan itu.

Oya, ibu saya juga suka membuat jus. Ketika di rumah, pas saya bangun pagi, tiga gelas besar jus sudah tersedia di dalam lemari es. Tiga gelas itu untuk bapak, ibu, dan saya. Ibu mencampurkan 5 macam buah untuk dijadikan jus yaitu apel, jambu, tomat, wortel, dan bengkoang. Saya sebenarnya tidak begitu suka jus wortel, tapi, jus bikinan ibu saya itu TOP banget, rasa wortelnya ga kerasa sama sekali (diakuin juga oleh teman saya yang sempat bertamu ke rumah saya),:). Lucunya, teman saya itu hanya mau diberitahu isi jus itu setelah dia selesai minum jusnya, karena dia anti wortel. Jadi kalau wortel sudah masuk ke dalam perutnya setelah dia selesai meminum jus, semuanya aman, hehe, Nia…., nia…., someday, masih maukah kau minum jus di rumahku kalau sudah tau komposisinya seperti itu? hehe.

Saking sukanya minum jus, saya pernah berbicara dengan ibu saya, “gimana kalau saya bisnis jus di alun2 Purbalingga?”, karena saya opimis, akan sangat laku sekali, mulainya pas cuaca lagi panas-panasnya. Ibu saya malah bilang, “Di sana itu udah banyak penjual es”. Lalu saya jawab “Oh, kalau gitu bisnis es yang aneh-aneh aja, semacam es Eny dan es Murni kalau di Yogya, jadi nama esnya aneh-aneh, es jatuh cinta, es patah hati, es anti stress, hehe”. Lalu selanjutnya bagaimana? Hmhmhm…., belum tahu…..,:). Tulisan ini harus saya akhiri dulu, saya mau membeli jus,:).